Custom Search

Jumat, 16 Januari 2009

Profil orang.........

MEMBELA KEHIDUPAN, MEMBANGUN KEMANDIRIAN MANUSIA
Kalau kita Membela kehidupan manusia, kita juga harus membela kemandirian manusia. Sebab, setiap orang mempunyai hak untuk belajar dan memperoleh fasilitas untuk mandiri. Hanya saja, selama ini banyak orang mendapatkannya karena berbagai alasan.

Berawal dari sebuah keprihatinan
“Saya datang ke Indonesia pada 13 Mei 1973 untuk bekerja di Papua” demikian Suster Andre, FCJM menuturkan hal ihwal kedatangannya di Indonesia. Suster kelahiran Ilpemdam, Belanda 6 Juli 1943 ini lebih lanjut berkisah, “Selama dua bulan saya tinggal di Biara Susteran CB di Carolus untuk mempelajari bahasa dan mengenal Indonesia. Bersama Sr. Rina Ratho, BKK dan Bpk. Wilbert, mantan Fransikan, saya mulai terlibat merawat orang-orang sakit di tempat-tempat sampah, rel kereta”.
Setelah beberapa bulan di Jakarta, ia pun terbang ke Papua untuk menjalakan tugas perutusannya. Sakit malaria membuat dia harus keluar dari tanah Papua setelah bekerja selama 4 tahun. Tentu saja ini menimbulkan pergulatan besar dalam hidupnya, harus meninggalkan tanah misi yang dicitak-citakannya. Akan tetapi, semangat bermisinya tumbuh kembali ketika Sr. Rina Ratho, BKK mengajaknya untuk bersama-sama membantu orang sakit. Pada Thun 1977, dia dan Sr. Rina mulai berkarya di Cengkareng dengan Yayasan Usada Mulia dan bekerja sama dengan Ibu Nasution untuk menampung orang-orang sakit yang baru keluar dari RSCM. Dan tempat ini biasa di Sebut rumah sakit orang Gelangdangan.
Perjalanan karya terus berlanjut, dia dan Sr. Rina pindah ke Pejompongan dan bekerja sama dengan Yayasan Usaha Mulia. Mereka mengontrak rumah untuk penampungan dan poli klinik. Pasien semakin hari semakin bertambah, tempat penampungan mulai sempit. Sr. Rina pun pindah ke Pamulang untuk membantu orang-orang sakit khususnya yang TBC. Sedangkan di Pejompongan, suster tamatan perawat ini, melaksanakan program misi dengan mengadakan kegiatan posyandu dan program gizi bagi anak-anak.
Setelah 10 tahun di Pejompongan Sr. Andre, FCJM, pun pindah untuk melayani orang-orang dipinggiran kali Ciliwung, Manggarai. Dia bersama dengan Dr. Warno dan Santi membentuk Yayasan Driwansi. Di sana mulai melayani masyarakat kecil dengan program posyandu, poliklinik dan membangun play group. Pelayanan ini juga berkembang ke Sunter, dibelakang Susteran Ursulin. Di sana juga membentuk program posyandu yang berkeja sama dengan ibu-ibu PKK di RW V. Kelompok binaan ii terdiri dari kelompok dari RT-RT untuk pelayanan gizi dasar dan membangun playgroup. Karya Manggarai dan Sunter masih terus berjalan sampai sekarang.

Sebuah Pelayanan Baru
Dari pengalaman pelayanan yang banyak itu, muncul sebuah keprihanian baru yaitu nasib orang-orang cacat yang tidak tertolong. Pasien yang pertama datang di Manggarai adalah pasien bibir sumbing. Setelah dia dioperasi di RSCM, semakin banyak orang cacat yang datang dan banyak pula yang tertolong.
Pelayanan ini semakin dibutuhkan, maka Sr. Andre membutuhkan tenaga baru. Dia meminta bantuan kepada Pronvinsi FCJM Indonesia untuk mengirimkan suster untuk memantunya. Dengan demikian, Sr. Andre, FCJM, Ibu Lukman dan Sr. Sisilia Siringoringgo, FCJM mengontrak sebuha rumah di jalan kelinci, Kemayoran. Di sana mulai sebuah pelayanan baru untuk orang-orang cacat.
Karya pelayanan ini semakin besar, dimana tempat untuk penampungan untuk orang-orang cacat mulai sesak. Sr. Andre, FCJM pun menghadap MGR. Leo Sukoto untuk berbicara mengenai karya ini. Dan Bapa Uskup pun berjanji akan menyediakan tempat untuk karya pelayanan ini. Di Desa Jati Kramat- Jatibening, dibangunlah tempat untuk pusat rehabilitas orang-orang cacat dan susteran
Yayasan Sinar Pelangi berkembang dari hari ke hari. Bukan hanya yang cacat bibir sumbing yang datang tetapi juga dari berbagai jenis penyakit yang lain. Pembangunan pun dilakukan tahap demi tahap karena semakin banyaknya orang yang datang. Sampai sekarang pasien yang mendapat perawatan sebanyak 300 orang pertahun, yang berasal dari berbagai latar balakang, jenis penyakit, agama dan ras yang berbeda.
Pada tahun 2000an, semakin banyak orang yang datang untuk meminta bantuan. “Meskipun pintu ditutup rapat, tetapi dibukakan juga” ujar Sr. Andre, FCJM dengan penuh semangat. Karya baru pun di buka. Menampung anak-anak yang tidak dikehendaki, cacat, terbuang, broken home. 6 juni 2003 Panti Asuhan, Wisma Pius dibuka dan sampai sekarang jumlah anak yang ada di Wisma Pius berjumlah 37 orang anak. Ditampung pula anak-anak remaja yang hamil diluar nikah, tetapi setelah melahirkan ada yang anaknya dibawa tetapi banyak juga yang ditinggalkan di Wisma Pius.
Untuk masalah ini, pihak Yayasan tidak memberi izin kepada orang-orang yang mau mengadopsi. Tetapi berusaha untuk mencari keluarga mereka dengan membuat riwayat hidup yang jelas, sehingga mengenal keluarganya. “Seorang anak akan bertumbuh dan harus tahu siapa keluarganya, sehingga ia tidak merasa diri sendirian”, ujar Sr. Andre, FCjM dengan jelas.
Ketika ditanya tantangan yang dihadapi dalam melakukan berbagai karya pelayanan, suster yang bernama lengkap Theodora Antonia Maria mengatakan dalam setiap karya pasti banyak tantangan. Tantaangan yang besar berkaitan dengan kehidupan di lingkungan sekitar. Hidup di antara orang muslim yang cukup fundamental. Masyarakat sekitar kebanyakan keras kepala yang tidak mau melihat perbedaan yang ada. Mereka susah dia atur. Masuknya orang katolik tidak mudah. Daerah yang biasa di sebut Mekkah kedua, banyak pesantren yang kurang menghargai perbedaan.
Ada iri hati dan keceburuan social. Ini bukan semata-mata kesalahan mereka, tetapi kita orang katolik juga perlu refleksi diri, bagaimana kehadiran kita berguna atau mengacam kehidupan mereka. Memang terlalu cepat membuat misi di tengah orang-orang mayoritas, dengan menghadirkan berbagai karya misi yang banyak yang dapat menimbulkan kecurigaan mengacam kehidupan dan keyakinan mereka. Tantang dibutuhkan untuk berpikir jernih. Jangan memakai jalan singkat untuk melakukan sesuatu. Kadang lupa ada orang lain disekitarnya.Tidak gampang untuk hidup dalam perbedaan, tetapi mereka membuat kita berpikir jernih.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa dibalik semua tantangan itu, ada kekuatan yang membuat karya ini terus berjalan. Kekuatan itu bukan dari diri sendiri tetapi dari yang di atas dan semangat yang diteladankan oleh muder pendiri yaitu muder Klara Fender. Spiritualitas fransiskan –perjuang untuk hidup manusia. Juga Rasul Andreas yang dipanggil oleh Yesus bukan menjadi penjala ikan tetapi menjadi penjala manusia. Di sini kita belajar untuk membangun hidup, dan mengerti bagaimana hidup bersaudara dan satu keluarga. Dia sangat menikmati semuanya ini, tetapi bukan berarti di sini membuat manusia beragama seperti kita, tetapi melihat dan mengerti bagaimana hidup bersaudara. Karena di sini tidak ada perbedaan, tetapi hidup sebagai satu keluarga.
Untuk ke depan dia mengharapkan banyak hal. Pertama, memikirkan regenerasi, supaya karya ini terus berlanjut. Kedua, pembangunan poliklinik, sehingga pelayanan menjadi lebih lengkap. “Biaya ruah sakit sekarang sudah ulai mahal, sehingga diharapkan dari polklinik ini adalah mengurangi penggunaan biaya untuk rumah sakit”, komentarnya. Selain itu, yang ketiga ada impian untuk membangun rumah jompoh. Mengapa harus rumah jompoh? Karena kebutuhan manusia sekarang . Perjalanan manusia dari waktu ke waktu, kadang pada akhirnya mereka merasa diri tidak berguna. Sehingga tempat itu nanti membantu mereka untuk mengisi hari tua. Membuat mereka merasa masih bergunakan dalam hidup. Anak-anak panti mendapat opa-oma, dan opa-oma dapat cucu. ( Bastian Gaguk, OFM dan Thomas Mola, OFM)Sudah dimuat dimajalah GSS edisi November-Desember 2008

Tidak ada komentar: