MEMBELA KEHIDUPAN, MEMBANGUN KEMANDIRIAN MANUSIA
Kalau kita Membela kehidupan manusia, kita juga harus membela kemandirian manusia. Sebab, setiap orang mempunyai hak untuk belajar dan memperoleh fasilitas untuk mandiri. Hanya saja, selama ini banyak orang mendapatkannya karena berbagai alasan.
Berawal dari sebuah keprihatinan
“Saya datang ke Indonesia pada 13 Mei 1973 untuk bekerja di Papua” demikian Suster Andre, FCJM menuturkan hal ihwal kedatangannya di Indonesia. Suster kelahiran Ilpemdam, Belanda 6 Juli 1943 ini lebih lanjut berkisah, “Selama dua bulan saya tinggal di Biara Susteran CB di Carolus untuk mempelajari bahasa dan mengenal Indonesia. Bersama Sr. Rina Ratho, BKK dan Bpk. Wilbert, mantan Fransikan, saya mulai terlibat merawat orang-orang sakit di tempat-tempat sampah, rel kereta”.
Setelah beberapa bulan di Jakarta, ia pun terbang ke Papua untuk menjalakan tugas perutusannya. Sakit malaria membuat dia harus keluar dari tanah Papua setelah bekerja selama 4 tahun. Tentu saja ini menimbulkan pergulatan besar dalam hidupnya, harus meninggalkan tanah misi yang dicitak-citakannya. Akan tetapi, semangat bermisinya tumbuh kembali ketika Sr. Rina Ratho, BKK mengajaknya untuk bersama-sama membantu orang sakit. Pada Thun 1977, dia dan Sr. Rina mulai berkarya di Cengkareng dengan Yayasan Usada Mulia dan bekerja sama dengan Ibu Nasution untuk menampung orang-orang sakit yang baru keluar dari RSCM. Dan tempat ini biasa di Sebut rumah sakit orang Gelangdangan.
Perjalanan karya terus berlanjut, dia dan Sr. Rina pindah ke Pejompongan dan bekerja sama dengan Yayasan Usaha Mulia. Mereka mengontrak rumah untuk penampungan dan poli klinik. Pasien semakin hari semakin bertambah, tempat penampungan mulai sempit. Sr. Rina pun pindah ke Pamulang untuk membantu orang-orang sakit khususnya yang TBC. Sedangkan di Pejompongan, suster tamatan perawat ini, melaksanakan program misi dengan mengadakan kegiatan posyandu dan program gizi bagi anak-anak.
Setelah 10 tahun di Pejompongan Sr. Andre, FCJM, pun pindah untuk melayani orang-orang dipinggiran kali Ciliwung, Manggarai. Dia bersama dengan Dr. Warno dan Santi membentuk Yayasan Driwansi. Di sana mulai melayani masyarakat kecil dengan program posyandu, poliklinik dan membangun play group. Pelayanan ini juga berkembang ke Sunter, dibelakang Susteran Ursulin. Di sana juga membentuk program posyandu yang berkeja sama dengan ibu-ibu PKK di RW V. Kelompok binaan ii terdiri dari kelompok dari RT-RT untuk pelayanan gizi dasar dan membangun playgroup. Karya Manggarai dan Sunter masih terus berjalan sampai sekarang.
Sebuah Pelayanan Baru
Dari pengalaman pelayanan yang banyak itu, muncul sebuah keprihanian baru yaitu nasib orang-orang cacat yang tidak tertolong. Pasien yang pertama datang di Manggarai adalah pasien bibir sumbing. Setelah dia dioperasi di RSCM, semakin banyak orang cacat yang datang dan banyak pula yang tertolong.
Pelayanan ini semakin dibutuhkan, maka Sr. Andre membutuhkan tenaga baru. Dia meminta bantuan kepada Pronvinsi FCJM Indonesia untuk mengirimkan suster untuk memantunya. Dengan demikian, Sr. Andre, FCJM, Ibu Lukman dan Sr. Sisilia Siringoringgo, FCJM mengontrak sebuha rumah di jalan kelinci, Kemayoran. Di sana mulai sebuah pelayanan baru untuk orang-orang cacat.
Karya pelayanan ini semakin besar, dimana tempat untuk penampungan untuk orang-orang cacat mulai sesak. Sr. Andre, FCJM pun menghadap MGR. Leo Sukoto untuk berbicara mengenai karya ini. Dan Bapa Uskup pun berjanji akan menyediakan tempat untuk karya pelayanan ini. Di Desa Jati Kramat- Jatibening, dibangunlah tempat untuk pusat rehabilitas orang-orang cacat dan susteran
Yayasan Sinar Pelangi berkembang dari hari ke hari. Bukan hanya yang cacat bibir sumbing yang datang tetapi juga dari berbagai jenis penyakit yang lain. Pembangunan pun dilakukan tahap demi tahap karena semakin banyaknya orang yang datang. Sampai sekarang pasien yang mendapat perawatan sebanyak 300 orang pertahun, yang berasal dari berbagai latar balakang, jenis penyakit, agama dan ras yang berbeda.
Pada tahun 2000an, semakin banyak orang yang datang untuk meminta bantuan. “Meskipun pintu ditutup rapat, tetapi dibukakan juga” ujar Sr. Andre, FCJM dengan penuh semangat. Karya baru pun di buka. Menampung anak-anak yang tidak dikehendaki, cacat, terbuang, broken home. 6 juni 2003 Panti Asuhan, Wisma Pius dibuka dan sampai sekarang jumlah anak yang ada di Wisma Pius berjumlah 37 orang anak. Ditampung pula anak-anak remaja yang hamil diluar nikah, tetapi setelah melahirkan ada yang anaknya dibawa tetapi banyak juga yang ditinggalkan di Wisma Pius.
Untuk masalah ini, pihak Yayasan tidak memberi izin kepada orang-orang yang mau mengadopsi. Tetapi berusaha untuk mencari keluarga mereka dengan membuat riwayat hidup yang jelas, sehingga mengenal keluarganya. “Seorang anak akan bertumbuh dan harus tahu siapa keluarganya, sehingga ia tidak merasa diri sendirian”, ujar Sr. Andre, FCjM dengan jelas.
Ketika ditanya tantangan yang dihadapi dalam melakukan berbagai karya pelayanan, suster yang bernama lengkap Theodora Antonia Maria mengatakan dalam setiap karya pasti banyak tantangan. Tantaangan yang besar berkaitan dengan kehidupan di lingkungan sekitar. Hidup di antara orang muslim yang cukup fundamental. Masyarakat sekitar kebanyakan keras kepala yang tidak mau melihat perbedaan yang ada. Mereka susah dia atur. Masuknya orang katolik tidak mudah. Daerah yang biasa di sebut Mekkah kedua, banyak pesantren yang kurang menghargai perbedaan.
Ada iri hati dan keceburuan social. Ini bukan semata-mata kesalahan mereka, tetapi kita orang katolik juga perlu refleksi diri, bagaimana kehadiran kita berguna atau mengacam kehidupan mereka. Memang terlalu cepat membuat misi di tengah orang-orang mayoritas, dengan menghadirkan berbagai karya misi yang banyak yang dapat menimbulkan kecurigaan mengacam kehidupan dan keyakinan mereka. Tantang dibutuhkan untuk berpikir jernih. Jangan memakai jalan singkat untuk melakukan sesuatu. Kadang lupa ada orang lain disekitarnya.Tidak gampang untuk hidup dalam perbedaan, tetapi mereka membuat kita berpikir jernih.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa dibalik semua tantangan itu, ada kekuatan yang membuat karya ini terus berjalan. Kekuatan itu bukan dari diri sendiri tetapi dari yang di atas dan semangat yang diteladankan oleh muder pendiri yaitu muder Klara Fender. Spiritualitas fransiskan –perjuang untuk hidup manusia. Juga Rasul Andreas yang dipanggil oleh Yesus bukan menjadi penjala ikan tetapi menjadi penjala manusia. Di sini kita belajar untuk membangun hidup, dan mengerti bagaimana hidup bersaudara dan satu keluarga. Dia sangat menikmati semuanya ini, tetapi bukan berarti di sini membuat manusia beragama seperti kita, tetapi melihat dan mengerti bagaimana hidup bersaudara. Karena di sini tidak ada perbedaan, tetapi hidup sebagai satu keluarga.
Untuk ke depan dia mengharapkan banyak hal. Pertama, memikirkan regenerasi, supaya karya ini terus berlanjut. Kedua, pembangunan poliklinik, sehingga pelayanan menjadi lebih lengkap. “Biaya ruah sakit sekarang sudah ulai mahal, sehingga diharapkan dari polklinik ini adalah mengurangi penggunaan biaya untuk rumah sakit”, komentarnya. Selain itu, yang ketiga ada impian untuk membangun rumah jompoh. Mengapa harus rumah jompoh? Karena kebutuhan manusia sekarang . Perjalanan manusia dari waktu ke waktu, kadang pada akhirnya mereka merasa diri tidak berguna. Sehingga tempat itu nanti membantu mereka untuk mengisi hari tua. Membuat mereka merasa masih bergunakan dalam hidup. Anak-anak panti mendapat opa-oma, dan opa-oma dapat cucu. ( Bastian Gaguk, OFM dan Thomas Mola, OFM)Sudah dimuat dimajalah GSS edisi November-Desember 2008

Custom Search
Jumat, 16 Januari 2009
Bangsa Kontroversial
Bangsa dilanda bencana! Bangsa Indonesia akhir-akhir ini dihantui oleh berbagai masalah yang cukup serius. Beberapa bulan lalu, pemerintah mengeluarkan PP No.2 Tahun 2008 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan Kehutanan yang berlaku pada Departemen Kehutanan. Peraturan pemerintah ini mendapat kecaman dari berbagai kalangan terutama lembaga-lembaga peduli lingkungan hidup
Masalah kembali berlanjut, 1 Mei 2008 merupakan hari buruh Internasional. Para buruh melakukan demonstrasi besar-besaran untuk menentang UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, khususnya pasal yang berkaitan dengan sistem kontrak. Kedua isu ini menjadi isu nasional yang cukup serius bagi bangsa Indonesia.
Politik Kebijakan
Dalam menentukan kebijakan umum, masyarakat memiliki wakil sebagai pembawa aspirasi mereka. Dengan demikian seharusnya semua kebijakan yang diambil harus benar-benar demi kepentingan masyarakat. Ironisnya, kebijakan-kebijakan yang diambil selama ini banyak memunculkan masalah. Akibatnya masyarakat melakukan demonstrasi untuk menolak kebijakan para wakil mereka.
Dari dua produk kebijakan di atas, muncullah pertanyaan, mengapa masyarakat melakukan pemberontakan terhadap pemerintah? Jawaban yang pasti adalah karena pemerintah tidak bijaksana dalam mengambil kebijakan untuk kepentingan masyarakat. Padahal tugas utama Negara seperti tertuang pada alinea keempat UUD 1945 adalah berusaha menyejahterakan masyarakat umum.
Sementara itu, kapitalisme sudah merasuki sistem pemerintahan melalui pemikiran untung rugi dalam menghasilkan satu produk undang-undang. Indikasi permainan kapitalis dalam produk kebijakan pemerintah dapat kita lihat dalam UU No 13 Tahun 2003 yang merupakan bentuk eksploitasi atas buruh yang terlegitimasi lewat peraturan pemerintah (KOMPAS, 30 April 2008). Produk kebijakan ini merupakan usaha kapitalisme global yang melemahkan gerakan buruh. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan justru dimanfaatkan pengusaha dalam perekrutan tenaga kerja. Penerapan sistem kontrak kerja dan outsourcing dilakukan oleh pengusaha justru merugikan buruh. Selain tidak ada kepastian bekerja, sistem kerja kontrak juga minim perlindungan serta sistem kompensasinya tidak sepadan dengan pekerjaan. Kita bisa ambil contoh lain yang berkaitan dengan masalah buruh yang semakin "mengenaskan". Ketika menghadapi arus neo-liberalisme dengan instrumen pasar bebas dan privatisasi ekonomi, posisi "politis" dan 'sosial" kaum buruh akan semakin tergantung kepada nafsu kekuasaan negara atau modal. Serbuan liberalisasi modal justru akan mematikan perusahaan domestik yang tidak siap bersaing dan pasar kerja domestik ini akan "diserbu" oleh tenaga kerja dengan kompetensi ahli dari negara-negara maju. Demikian akhirnya banyak buruh-buruh di negeri ini yang akan kehilangan lapangan kerja atau tersingkir oleh kompetisi pasar kerja yang dehumanis.
Neo-liberalisme sendiri, akan menciptakan kesenjangan sosial-ekonomi bagi kaum buruh, dengan segelintir pemegang otoritas kuasa atau modal perusahaan MNC atau TNC, yang berkuasa atas kebijakan industrial dan pasar barang produksi. Neo-liberalisme mencipta perangkat "politik", yang menjadikan kaum buruh alat produksi untuk menarik investor. Neoliberalisme menjadikan "negara" (kekuasaan politik) sebagai alat pelindung kekuasaan modal dan pasar, yang memberikan keuntungan progresif bagi para aparaturnya. Neoliberalisme mengabaikan hak subsistentif rakyat (termasuk buruh) yang membuat mereka tidak mendapatkan paket perlindungan sosial dan jaminan hak dasar sebagai pemilik kedaulatan negara.
Realitas sosiologis politik semenjak UU PMA No 1 tahun 1974 dicanangkan oleh pemerintah Orde Baru dan paket politik perburuhan-industri diterapkan dalam kerangka politik pembangunan/ keamanan, kaum buruh sebagai komponen bangsa yang memiliki hak atas nasib bangsa dilemahkan secara sosial, ekonomi dan politik. Secara sosial-ekonomi, hak kesejahteraan kaum buruh dikerangkeng dalam penjara politik upah murah untuk menarik investor dan modal asing. Secara politik, hak sipil dan politik kaum buruh dipangkas hanya sekadar menjadi massa "mengambang" yang diawasi secara ketat oleh politik opresif negara. Kehidupan kaum buruh dari hari ke hari bak dalam penjara "agung" - panopticon -ideologi pembangunan pemerintahan masa lalu.
Kedua kebijakan di atas merupakan bentuk penyelewengan pemerintah dalam melaksanakan tugas. Kebijakan pemerintah sebenarnya harus berpihak pada masyarakat bukan pada kaum kapitalis. Sebagai sebuah kebijakan umum, produk undang-undang harus membantu meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat.
Kebijakan Pemerintah menuju Good Governmance
Kebijakan yang terkait dengan UU No. 13 tahun 2003 dan PP No. 2 Tahun 2008 dinilai sangat kontroversial. Mengapa? Ada beberapa alasan, Pertama, masyarakat yang berkaitan langsung dengan kebijakan itu menolak karena dianggap tidak menguntungkan masyarakat. Kedua, masyarakat berusaha melakukan pemberontakan melalui aksi-aksi yang mereka lakukan karena besar dugaan bahwa kebijakan itu hanya menguntungkan kelompok dan orang tertentu. Ketiga, efek dari dua kebijakan ini erat terkait dengan kehidupan masyarakat terutama yang berhubungan dengan lingkungan hidup dan mata pencarian mereka.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah pemerintah yang memerintah berdasarkan aspirasi dan kehendak masyarakat demi menjamin kepentingan umum. Ada beberapa konsep yang merupakan indikasi syarat penyelenggaraan pemerintah yang baik. Pertama, tata pemerintahan yang berwawasan ke depan (visi strategis). Semua kegiatan pemerintah di berbagai bidang seharusnya didasarkan pada visi dan misi yang jelas dan disertai dengan strategi implementasi yang tepat sasaran. Kedua, tata pemerintahan yang bersifat terbuka (transparan). Wujud nyata prinsip tersebut antara lain dapat dilihat apabila masyarakat mempunyai kemudahan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang kebijakan, program, dan kegiatan aparatur pemerintah, baik yang dilaksanakan di tingkat pusat maupun daerah. Ketiga, tata pemerintahan yang mendorong partisipasi masyarakat. Masyarakat harus ikut serta dalam proses perumusan dan atau pengambilan keputusan atas kebijakan publik yang diperuntukkan bagi masyarakat.
Keempat, tata pemerintahan yang bertanggung jawab (Ankuntabel). Instansi pemerintah harus dapat mempertanggungjawabkan pelaksanaan kewenangan yang diberikan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Kelima, tata pemerintahan yang menjunjung supremasi hukum. Wujud nyata prinsip ini mencakup upaya penuntasan kasus KKN dan pelanggaran HAM, peningkatan kesadaran HAM dan hukum, serta pengembangan budaya hukum. Upaya-upaya tersebut dilakukan dengan menggunakan aturan dan prosedur yang terbuka dan jelas, serta tidak tunduk pada manipulasi politik.
Keenam, tata pemerintahan yang demokratis dan berorientasi pada konsensus. Perumusan kebijakan pembangunan baik di pusat maupun daerah dilakukan melalui mekanisme demokrasi, dan tidak ditentukan sendiri oleh eksekutif. Keputusan-keputusan yang diambil antara lembaga eksekutif dan legislatif harus didasarkan pada konsensus agar setiap kebijakan publik yang diambil benar-benar merupakan keputusan bersama. Ketujuh, tata pemerintahan yang berdasarkan profesionalitas dan kompetensi. Wujud nyata dari prinsip profesionalisme dan kompetensi dapat dilihat dari upaya penilaian kebutuhan dan evaluasi yang dilakukan terhadap tingkat kemampuan dan profesionalisme sumber daya manusia yang ada, dan dari upaya perbaikan atau peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Kedelapan, tata pemerintahan yang cepat tanggap (responsif). Aparat pemerintahan harus cepat tanggap terhadap perubahan situasi, mengakomodasi aspirasi masyarakat dan mengambil prakarsa untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat. Kesembilan, tata pemerintahan yang menggunakan struktur dan sumber daya secara efisien dan efektif. Pemerintah pusat dan daerah harus selalu menilai dukungan struktur yang ada, melakukan perbaikan struktural sesuai dengan tuntutan perubahan seperti menyusun kembali struktur kelembagaan secara keseluruhan, menyusun jabatan dan fungsi yang lebih tepat, serta selalu berupaya mencapai hasil yang optimal dengan memanfaatkan dana dan sumber daya lainnya secara efisien dan efektif. Kesepuluh, tata pemerintahan yang terdesentralisasi. Pendelegasian tugas dan kewenangan pusat kepada semua tingkatan aparat sehingga dapat mempercepat proses pengambilan keputusan, serta memberikan keleluasaan yang cukup untuk mengelola pelayanan publik dan mensukseskan pembangunan di pusat maupun di daerah.
Ini merupakan potret bangsa kita sekarang. Potret yang penuh kontroversial. Apakah situasi seperti ini akan terus berlanjut? Kita bisa memastikan bahwa kita selalu memiliki peluang dengan mengeluarkan kebijakan yang senantiasa mempedulikan kepentingan masyarakat. Ini hanya akan terjadi kalau pemerintah memiliki hati untuk rakyatnya. ( Bastian Gaguk, OFM)
Sudah dimuat di Majalah Gita Sang Surya edisi Mei-Juni 2008
Masalah kembali berlanjut, 1 Mei 2008 merupakan hari buruh Internasional. Para buruh melakukan demonstrasi besar-besaran untuk menentang UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, khususnya pasal yang berkaitan dengan sistem kontrak. Kedua isu ini menjadi isu nasional yang cukup serius bagi bangsa Indonesia.
Politik Kebijakan
Dalam menentukan kebijakan umum, masyarakat memiliki wakil sebagai pembawa aspirasi mereka. Dengan demikian seharusnya semua kebijakan yang diambil harus benar-benar demi kepentingan masyarakat. Ironisnya, kebijakan-kebijakan yang diambil selama ini banyak memunculkan masalah. Akibatnya masyarakat melakukan demonstrasi untuk menolak kebijakan para wakil mereka.
Dari dua produk kebijakan di atas, muncullah pertanyaan, mengapa masyarakat melakukan pemberontakan terhadap pemerintah? Jawaban yang pasti adalah karena pemerintah tidak bijaksana dalam mengambil kebijakan untuk kepentingan masyarakat. Padahal tugas utama Negara seperti tertuang pada alinea keempat UUD 1945 adalah berusaha menyejahterakan masyarakat umum.
Sementara itu, kapitalisme sudah merasuki sistem pemerintahan melalui pemikiran untung rugi dalam menghasilkan satu produk undang-undang. Indikasi permainan kapitalis dalam produk kebijakan pemerintah dapat kita lihat dalam UU No 13 Tahun 2003 yang merupakan bentuk eksploitasi atas buruh yang terlegitimasi lewat peraturan pemerintah (KOMPAS, 30 April 2008). Produk kebijakan ini merupakan usaha kapitalisme global yang melemahkan gerakan buruh. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan justru dimanfaatkan pengusaha dalam perekrutan tenaga kerja. Penerapan sistem kontrak kerja dan outsourcing dilakukan oleh pengusaha justru merugikan buruh. Selain tidak ada kepastian bekerja, sistem kerja kontrak juga minim perlindungan serta sistem kompensasinya tidak sepadan dengan pekerjaan. Kita bisa ambil contoh lain yang berkaitan dengan masalah buruh yang semakin "mengenaskan". Ketika menghadapi arus neo-liberalisme dengan instrumen pasar bebas dan privatisasi ekonomi, posisi "politis" dan 'sosial" kaum buruh akan semakin tergantung kepada nafsu kekuasaan negara atau modal. Serbuan liberalisasi modal justru akan mematikan perusahaan domestik yang tidak siap bersaing dan pasar kerja domestik ini akan "diserbu" oleh tenaga kerja dengan kompetensi ahli dari negara-negara maju. Demikian akhirnya banyak buruh-buruh di negeri ini yang akan kehilangan lapangan kerja atau tersingkir oleh kompetisi pasar kerja yang dehumanis.
Neo-liberalisme sendiri, akan menciptakan kesenjangan sosial-ekonomi bagi kaum buruh, dengan segelintir pemegang otoritas kuasa atau modal perusahaan MNC atau TNC, yang berkuasa atas kebijakan industrial dan pasar barang produksi. Neo-liberalisme mencipta perangkat "politik", yang menjadikan kaum buruh alat produksi untuk menarik investor. Neoliberalisme menjadikan "negara" (kekuasaan politik) sebagai alat pelindung kekuasaan modal dan pasar, yang memberikan keuntungan progresif bagi para aparaturnya. Neoliberalisme mengabaikan hak subsistentif rakyat (termasuk buruh) yang membuat mereka tidak mendapatkan paket perlindungan sosial dan jaminan hak dasar sebagai pemilik kedaulatan negara.
Realitas sosiologis politik semenjak UU PMA No 1 tahun 1974 dicanangkan oleh pemerintah Orde Baru dan paket politik perburuhan-industri diterapkan dalam kerangka politik pembangunan/ keamanan, kaum buruh sebagai komponen bangsa yang memiliki hak atas nasib bangsa dilemahkan secara sosial, ekonomi dan politik. Secara sosial-ekonomi, hak kesejahteraan kaum buruh dikerangkeng dalam penjara politik upah murah untuk menarik investor dan modal asing. Secara politik, hak sipil dan politik kaum buruh dipangkas hanya sekadar menjadi massa "mengambang" yang diawasi secara ketat oleh politik opresif negara. Kehidupan kaum buruh dari hari ke hari bak dalam penjara "agung" - panopticon -ideologi pembangunan pemerintahan masa lalu.
Kedua kebijakan di atas merupakan bentuk penyelewengan pemerintah dalam melaksanakan tugas. Kebijakan pemerintah sebenarnya harus berpihak pada masyarakat bukan pada kaum kapitalis. Sebagai sebuah kebijakan umum, produk undang-undang harus membantu meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat.
Kebijakan Pemerintah menuju Good Governmance
Kebijakan yang terkait dengan UU No. 13 tahun 2003 dan PP No. 2 Tahun 2008 dinilai sangat kontroversial. Mengapa? Ada beberapa alasan, Pertama, masyarakat yang berkaitan langsung dengan kebijakan itu menolak karena dianggap tidak menguntungkan masyarakat. Kedua, masyarakat berusaha melakukan pemberontakan melalui aksi-aksi yang mereka lakukan karena besar dugaan bahwa kebijakan itu hanya menguntungkan kelompok dan orang tertentu. Ketiga, efek dari dua kebijakan ini erat terkait dengan kehidupan masyarakat terutama yang berhubungan dengan lingkungan hidup dan mata pencarian mereka.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah pemerintah yang memerintah berdasarkan aspirasi dan kehendak masyarakat demi menjamin kepentingan umum. Ada beberapa konsep yang merupakan indikasi syarat penyelenggaraan pemerintah yang baik. Pertama, tata pemerintahan yang berwawasan ke depan (visi strategis). Semua kegiatan pemerintah di berbagai bidang seharusnya didasarkan pada visi dan misi yang jelas dan disertai dengan strategi implementasi yang tepat sasaran. Kedua, tata pemerintahan yang bersifat terbuka (transparan). Wujud nyata prinsip tersebut antara lain dapat dilihat apabila masyarakat mempunyai kemudahan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang kebijakan, program, dan kegiatan aparatur pemerintah, baik yang dilaksanakan di tingkat pusat maupun daerah. Ketiga, tata pemerintahan yang mendorong partisipasi masyarakat. Masyarakat harus ikut serta dalam proses perumusan dan atau pengambilan keputusan atas kebijakan publik yang diperuntukkan bagi masyarakat.
Keempat, tata pemerintahan yang bertanggung jawab (Ankuntabel). Instansi pemerintah harus dapat mempertanggungjawabkan pelaksanaan kewenangan yang diberikan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Kelima, tata pemerintahan yang menjunjung supremasi hukum. Wujud nyata prinsip ini mencakup upaya penuntasan kasus KKN dan pelanggaran HAM, peningkatan kesadaran HAM dan hukum, serta pengembangan budaya hukum. Upaya-upaya tersebut dilakukan dengan menggunakan aturan dan prosedur yang terbuka dan jelas, serta tidak tunduk pada manipulasi politik.
Keenam, tata pemerintahan yang demokratis dan berorientasi pada konsensus. Perumusan kebijakan pembangunan baik di pusat maupun daerah dilakukan melalui mekanisme demokrasi, dan tidak ditentukan sendiri oleh eksekutif. Keputusan-keputusan yang diambil antara lembaga eksekutif dan legislatif harus didasarkan pada konsensus agar setiap kebijakan publik yang diambil benar-benar merupakan keputusan bersama. Ketujuh, tata pemerintahan yang berdasarkan profesionalitas dan kompetensi. Wujud nyata dari prinsip profesionalisme dan kompetensi dapat dilihat dari upaya penilaian kebutuhan dan evaluasi yang dilakukan terhadap tingkat kemampuan dan profesionalisme sumber daya manusia yang ada, dan dari upaya perbaikan atau peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Kedelapan, tata pemerintahan yang cepat tanggap (responsif). Aparat pemerintahan harus cepat tanggap terhadap perubahan situasi, mengakomodasi aspirasi masyarakat dan mengambil prakarsa untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat. Kesembilan, tata pemerintahan yang menggunakan struktur dan sumber daya secara efisien dan efektif. Pemerintah pusat dan daerah harus selalu menilai dukungan struktur yang ada, melakukan perbaikan struktural sesuai dengan tuntutan perubahan seperti menyusun kembali struktur kelembagaan secara keseluruhan, menyusun jabatan dan fungsi yang lebih tepat, serta selalu berupaya mencapai hasil yang optimal dengan memanfaatkan dana dan sumber daya lainnya secara efisien dan efektif. Kesepuluh, tata pemerintahan yang terdesentralisasi. Pendelegasian tugas dan kewenangan pusat kepada semua tingkatan aparat sehingga dapat mempercepat proses pengambilan keputusan, serta memberikan keleluasaan yang cukup untuk mengelola pelayanan publik dan mensukseskan pembangunan di pusat maupun di daerah.
Ini merupakan potret bangsa kita sekarang. Potret yang penuh kontroversial. Apakah situasi seperti ini akan terus berlanjut? Kita bisa memastikan bahwa kita selalu memiliki peluang dengan mengeluarkan kebijakan yang senantiasa mempedulikan kepentingan masyarakat. Ini hanya akan terjadi kalau pemerintah memiliki hati untuk rakyatnya. ( Bastian Gaguk, OFM)
Sudah dimuat di Majalah Gita Sang Surya edisi Mei-Juni 2008
Ah…..Tuhan
‘Tidak……………..aku tidak tega dengan semuannya ini, Tuhan mengapa Engkau begitu kejam terhadapku. Biarkan aku yang pergi bukan mereka. Aku benci….teganya Engkau memanggil dia’. Aku terlarut dalam pikiranku teringat peristiwa yang begitu penting dalam kehidupan anak semata wayangku. Sembari teringat kembali kenangan indah ketika kami masih bersama dalam keluarga.
Almarum suamiku seorang tukang becak yang penghasilannya tiap hari cukup untuk kehidupan kami bertiga. Kehidupan keluarga kami cukup harmonis meskipun hidup dalam kesederhanaan. Namun, ternyata keharmonisan itu, tidak lama kami nikmati bersama ketika suamiku meninnggal karena kecelakaan saat dia pulang sore itu. Peristiwa yang nas…dan memilukan. Becak suamiku ditambrak mobil tronton besar. Dia meningggal dan becaknnya hancur.
Aku sangat terpukul dengan peristiwa itu…..seakaan dunia runtuh. Kehidupanku semakin hancur. Aku harus memelihara anak semata wayangku. Jalan hidupku sangat berubah selepas kepergian suamiku. Aku menjadi bapak sekaligus ibu bagi anak yang tersayang. “ Bu, aku ke sekolah dulu ya…… “,ujar Yanto sebelum pergi sekolah. Aku terharu dan menangis ketika setiap hari dia berpamitan denganku. Dalam hati aku selalu berdoa supaya kelak Yanto menjadi anak yang berguna dan sukses.
Selepas kepergian almarum bapaknya, tumpuhan ekonomi beralih ke pundakku. Aku melanjutkan pekerjaan suami sebagai tukang becak. Setiap kali aku mendayung sepeda, dalam benakku ada keinginan untuk membahagiakan Yanto. Penghasilanku setiap hari cukup untuk makan dan sedikit ditabung untuk pendidikan Yanto. Hari-hari hidupku bersimpa keringat mengantar ibu-ibu yang pulang belanja dari pasar.
Kadang aku iri dengan mereka, yang setiap hari membeli keperluan harian untuk keluarganya. Dalam hati aku berpikir anak dan suami mereka pasti bahagia. Dan hal itu yang membuat aku menangis. Aku merasa bersalah karena aku tidak membahagiakan Yanto.
“ Bu, ini ongkosnya” ujar ibu Yani membuatku kaget. Aku membuka plastik untuk mengembalikaan uang 5000perak.
“ Tidak usah bu, biar kembaliannnya untuk ibu aja”, lanjutnya.
“Makasih, bu” balaskku sambil memberikan senyuman termanis untuknya. Ibu Yani adalah langggananku. Hampir tiap hari dia menggunaakan becakku untuk membawa belanjaannya dari pasar. Dia sangat baik. Dia selalu tidak mau menerima uang kembalian, bahkan sesekali memberi ongkos lebih.
Ketika yanto sudah duduk di kelas II SMA Negeri 34, aku mulai kebingungan karena biaya sekolahnya semakin tinggi dan tenagaku semakin lemah untuk mendayung pedal becak. Rupanya umurku sudah semakin tua, tenagaku semakin lemah. Aku hanya mampu narik becak sampai tengah hari selajutnnya aku istirahat di rumah. Tentunya situasi seperti ini mempenggaruhi pendapatanku tiap hari. Rupanya yanto juga merasakan hal ini.
“ Bu, aku lebih baik ga usa sekolah biar membantu ibu” ujarnya.
“ Tidak nak, kamu harus sekolah, kamu harus belajar supaya nanti masa depanmu lebih baik dari almarum bapamu dan aku”, balasku sambil mengusap rambutnya. Sebenarnya dalam hari aku juga senang jika dia membantuku untuk bekerja menghidupi keluarga, tetapi aku masih merasa kuat untuk bekerja dan dia harus tetap sekolah.
Rupannya dia merasakan penderitan dan kepedihan yang aku alami.
Dia memutuskan untuk bekerja setelah pulang sekolah. Dan ibu Yanilah yang membantu keluarga dengan memberikan Yanto pekerjaan sebagai tukang kebun di rumah. Dia bekerja dari tengah hari sampai sebelum magrib. Sedang aku seperti biasa bekerja dari pagi sampai tengah hari. Ternyata pendapatan Yanto cukup membantu dan menambah pendapatan harian kami.
***
Lama hidup bersama Yanto, membuat aku semakin menyadari bahwa dia sungguh sudah dewasa dan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap keluarga. Selepas dari sekolah menengah umum, Yanto harus membantu saya untuk menghidupi keluarga. Bulan-bulan pertama pekerjaanku semakin ringan karena sudah bisa bekerja sepanjang hari. Kehidupan keluarga kami pun semakin membaik. Aku tidak lagi menarik becak karena tumpuhan hidup keluarga sudah ditangannya.
Estela hampir setahun kami bersama, kepedihan akhirnya mulai melanda hidupku.
“Bu, aku ke Jakarta ya…disana ada pekerjaan yang lebih bagus, aku pasti akan mendapat uang yang lebih banyak lagi” kata Yanto sore itu. Aku hanya diam mendengar permintaan anakku
“ Tapi, nak tega nian kau meninggalkan ibu yng sudah tua ini sendirian di rumah” balasku dengan deraian air mata yang berlahan membasai pipiku.
“Tapi bu, aku merantau untuk membahagiakan ibu, biar nanti setiap bulan kukirimkan surat untuk ibu untuk menepis segala kerinduan”, balasnya.
Aku tidak bisa berbuat apa-apa, karena kulihat ia begitu bersemangat untuk pergi merantau. Di memang anak yan memiliki jiwa petualangan. Dia diwarisi oleh almarum ayahnya semangat untuk mencari yang baru dalam hidup. Aku tidak tega ditinggalkan lagi. Dulu suamiku pergi sekarang anakku pergi. Ini merupakan rasa kehilangan kedua dalam hidupku. Tuhan tega nian engkau mentakdirkan ini semua pada diriku.
***
‘Bu hanya ini yang dapat kukirimkan saat ini, semoga dapat membantu ibu. Tolong jaga kesehatan ya dan jangan lupa doakan saya supaya sukses dalam pekerjaan”. Ini merupakan penggalan surat Yanto yang pertama. Dia mengirimkan sedikit uang. Aku amat terharu dan tak terasa deraian airmata membasai pipiku. Aku bangga dengan anak semata wayangku itu.
Tak terasa sepuluh tahun telah berlalu. Usiaku semakin tua. Dan sudah beberapa tahun Yanto tidak memberikan kabar. Aku sangat merindukannya. Setiap hari aku selalu mengharapkan menerima surat darinya. Sehari-hari aku bekerja untuk memenuhi kebutuhanku, tenagaku tidak kuat lagi untuk mendayun becak yang biasa kulakukan hanya mencuci pakaian sibuk tetangga.
Dalam kesepian dan kerinduan yang mendalam, aku dikagetkan dengan kedatangan sebuah surat yang tidak lain dari Yanto. Dia memintaku datang ke Jakarta untuk menghadiri sebuah acara besar dalam hidupnya. Aku sangat senang karena aku segera mendapatkan cucu dan mantu. Berhari-hari lamanya aku mempersiapan diri untuk ke Jakarta.
***
“ Bu maafkan aku, mungkin ibu kaget dengan pilihan hidupku ini. Maafkan aku kalau tidak bisa menjadi anak yang seperti ibu harapkan. Semoga ibu menerima keputusanku ini” ujar Yanto sambil berlutut dihadapkanku. Aku tercengang karena yanto mengambil keputusan seperti ini. Aku menangis sepertinya menolak keputusan yang diambil anakku. Tuhan mengapa Engkau tega mengambil orang yang aku cintai? Gumanku dalam hati. Aku menyadari ini mungkin memang jalan hidupnya. Aku tidak biasa memaksanya untuk mengambil keputusan yang lain.
“Nak meskipun ibu tidak rela dengan keputusanmu, tetapi ibu tidak bisa menolak rencana Tuhan yang begitu besar terhadapamu. Ibu hanya bisa berdoa semoga engkau menjadi gembala yang baik yang bisa membawa doba-domba kepada-Nya.( Bastian Gaguk, OFM)
Udah dimuat di salah majalah bagian sastra.
Almarum suamiku seorang tukang becak yang penghasilannya tiap hari cukup untuk kehidupan kami bertiga. Kehidupan keluarga kami cukup harmonis meskipun hidup dalam kesederhanaan. Namun, ternyata keharmonisan itu, tidak lama kami nikmati bersama ketika suamiku meninnggal karena kecelakaan saat dia pulang sore itu. Peristiwa yang nas…dan memilukan. Becak suamiku ditambrak mobil tronton besar. Dia meningggal dan becaknnya hancur.
Aku sangat terpukul dengan peristiwa itu…..seakaan dunia runtuh. Kehidupanku semakin hancur. Aku harus memelihara anak semata wayangku. Jalan hidupku sangat berubah selepas kepergian suamiku. Aku menjadi bapak sekaligus ibu bagi anak yang tersayang. “ Bu, aku ke sekolah dulu ya…… “,ujar Yanto sebelum pergi sekolah. Aku terharu dan menangis ketika setiap hari dia berpamitan denganku. Dalam hati aku selalu berdoa supaya kelak Yanto menjadi anak yang berguna dan sukses.
Selepas kepergian almarum bapaknya, tumpuhan ekonomi beralih ke pundakku. Aku melanjutkan pekerjaan suami sebagai tukang becak. Setiap kali aku mendayung sepeda, dalam benakku ada keinginan untuk membahagiakan Yanto. Penghasilanku setiap hari cukup untuk makan dan sedikit ditabung untuk pendidikan Yanto. Hari-hari hidupku bersimpa keringat mengantar ibu-ibu yang pulang belanja dari pasar.
Kadang aku iri dengan mereka, yang setiap hari membeli keperluan harian untuk keluarganya. Dalam hati aku berpikir anak dan suami mereka pasti bahagia. Dan hal itu yang membuat aku menangis. Aku merasa bersalah karena aku tidak membahagiakan Yanto.
“ Bu, ini ongkosnya” ujar ibu Yani membuatku kaget. Aku membuka plastik untuk mengembalikaan uang 5000perak.
“ Tidak usah bu, biar kembaliannnya untuk ibu aja”, lanjutnya.
“Makasih, bu” balaskku sambil memberikan senyuman termanis untuknya. Ibu Yani adalah langggananku. Hampir tiap hari dia menggunaakan becakku untuk membawa belanjaannya dari pasar. Dia sangat baik. Dia selalu tidak mau menerima uang kembalian, bahkan sesekali memberi ongkos lebih.
Ketika yanto sudah duduk di kelas II SMA Negeri 34, aku mulai kebingungan karena biaya sekolahnya semakin tinggi dan tenagaku semakin lemah untuk mendayung pedal becak. Rupanya umurku sudah semakin tua, tenagaku semakin lemah. Aku hanya mampu narik becak sampai tengah hari selajutnnya aku istirahat di rumah. Tentunya situasi seperti ini mempenggaruhi pendapatanku tiap hari. Rupanya yanto juga merasakan hal ini.
“ Bu, aku lebih baik ga usa sekolah biar membantu ibu” ujarnya.
“ Tidak nak, kamu harus sekolah, kamu harus belajar supaya nanti masa depanmu lebih baik dari almarum bapamu dan aku”, balasku sambil mengusap rambutnya. Sebenarnya dalam hari aku juga senang jika dia membantuku untuk bekerja menghidupi keluarga, tetapi aku masih merasa kuat untuk bekerja dan dia harus tetap sekolah.
Rupannya dia merasakan penderitan dan kepedihan yang aku alami.
Dia memutuskan untuk bekerja setelah pulang sekolah. Dan ibu Yanilah yang membantu keluarga dengan memberikan Yanto pekerjaan sebagai tukang kebun di rumah. Dia bekerja dari tengah hari sampai sebelum magrib. Sedang aku seperti biasa bekerja dari pagi sampai tengah hari. Ternyata pendapatan Yanto cukup membantu dan menambah pendapatan harian kami.
***
Lama hidup bersama Yanto, membuat aku semakin menyadari bahwa dia sungguh sudah dewasa dan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap keluarga. Selepas dari sekolah menengah umum, Yanto harus membantu saya untuk menghidupi keluarga. Bulan-bulan pertama pekerjaanku semakin ringan karena sudah bisa bekerja sepanjang hari. Kehidupan keluarga kami pun semakin membaik. Aku tidak lagi menarik becak karena tumpuhan hidup keluarga sudah ditangannya.
Estela hampir setahun kami bersama, kepedihan akhirnya mulai melanda hidupku.
“Bu, aku ke Jakarta ya…disana ada pekerjaan yang lebih bagus, aku pasti akan mendapat uang yang lebih banyak lagi” kata Yanto sore itu. Aku hanya diam mendengar permintaan anakku
“ Tapi, nak tega nian kau meninggalkan ibu yng sudah tua ini sendirian di rumah” balasku dengan deraian air mata yang berlahan membasai pipiku.
“Tapi bu, aku merantau untuk membahagiakan ibu, biar nanti setiap bulan kukirimkan surat untuk ibu untuk menepis segala kerinduan”, balasnya.
Aku tidak bisa berbuat apa-apa, karena kulihat ia begitu bersemangat untuk pergi merantau. Di memang anak yan memiliki jiwa petualangan. Dia diwarisi oleh almarum ayahnya semangat untuk mencari yang baru dalam hidup. Aku tidak tega ditinggalkan lagi. Dulu suamiku pergi sekarang anakku pergi. Ini merupakan rasa kehilangan kedua dalam hidupku. Tuhan tega nian engkau mentakdirkan ini semua pada diriku.
***
‘Bu hanya ini yang dapat kukirimkan saat ini, semoga dapat membantu ibu. Tolong jaga kesehatan ya dan jangan lupa doakan saya supaya sukses dalam pekerjaan”. Ini merupakan penggalan surat Yanto yang pertama. Dia mengirimkan sedikit uang. Aku amat terharu dan tak terasa deraian airmata membasai pipiku. Aku bangga dengan anak semata wayangku itu.
Tak terasa sepuluh tahun telah berlalu. Usiaku semakin tua. Dan sudah beberapa tahun Yanto tidak memberikan kabar. Aku sangat merindukannya. Setiap hari aku selalu mengharapkan menerima surat darinya. Sehari-hari aku bekerja untuk memenuhi kebutuhanku, tenagaku tidak kuat lagi untuk mendayun becak yang biasa kulakukan hanya mencuci pakaian sibuk tetangga.
Dalam kesepian dan kerinduan yang mendalam, aku dikagetkan dengan kedatangan sebuah surat yang tidak lain dari Yanto. Dia memintaku datang ke Jakarta untuk menghadiri sebuah acara besar dalam hidupnya. Aku sangat senang karena aku segera mendapatkan cucu dan mantu. Berhari-hari lamanya aku mempersiapan diri untuk ke Jakarta.
***
“ Bu maafkan aku, mungkin ibu kaget dengan pilihan hidupku ini. Maafkan aku kalau tidak bisa menjadi anak yang seperti ibu harapkan. Semoga ibu menerima keputusanku ini” ujar Yanto sambil berlutut dihadapkanku. Aku tercengang karena yanto mengambil keputusan seperti ini. Aku menangis sepertinya menolak keputusan yang diambil anakku. Tuhan mengapa Engkau tega mengambil orang yang aku cintai? Gumanku dalam hati. Aku menyadari ini mungkin memang jalan hidupnya. Aku tidak biasa memaksanya untuk mengambil keputusan yang lain.
“Nak meskipun ibu tidak rela dengan keputusanmu, tetapi ibu tidak bisa menolak rencana Tuhan yang begitu besar terhadapamu. Ibu hanya bisa berdoa semoga engkau menjadi gembala yang baik yang bisa membawa doba-domba kepada-Nya.( Bastian Gaguk, OFM)
Udah dimuat di salah majalah bagian sastra.
Langganan:
Komentar (Atom)